Menulis Artikel

Hadir dan
berinteraksi dengan mereka (para siswa), mengingatkan saya pada masa-masa saya dulu
masih menjadi guru SMA dan selalu berkutat dengan siswa dalam hal menulis:
terutama dalam mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat siswa, atau
merampungkan tulisan untuk dikirim ke media, seperti Radar Madura, MPA,
Horison, atau media yang lain, termasuk juga meyelesaikan penerbitan majalah
sekolah dengan segala fenomenanya. Sebuah hiruk-pikuk kepenulisan yang begitu
berkesan bagi saya.
Ada yang menarik ketika acara bincang literasi itu dilanjutkan
dengan diskusi. Seorang siswa (salah satu anggota OSIS baru) dengan berapi-api
menyampaikan bahwa dia sebenarnya memiliki gagasan, ide, dan pemikiran yang
cukup banyak. Tetapi, dia masih belum bisa untuk menerjemahkan dalam bentuk
tulisan, utamanya untuk menulis artikel. Ide yang banyak itu akhirnya hilang
begitu saja dan tergantikan dengan berbagai fenomena lain yang tumpang tindih
dalam pikirannya.
Ada juga siswa yang menanyakan bagaimana menjaga
konsistensinya dalam menulis. Menurutnya, mood
seseorang kadangkala naik-turun. Satu waktu, dia memiliki keinginan yang kuat
dalam menulis. Di waktu yang lain, dia dibenturkan pada masa-masa jenuh untuk
menulis.
Mencermati fenomena seperti ini, saya hanya memberikan
pemahaman secara sederhana bahwa menulis itu bisa dikatakan sulit, atau bisa
dikatakan mudah. Tergantung dari sisi mana kita menilainya. Menulis akan
dikatakan sulita ketika dihadapkan pada persoalan tumpang tindik ide yang tak
bisa diterjemahkan dalam tulisan dan hanya menjadi ide yang akan hilang ditelan
persoalan lain yang hilir mudik dalam pikiran kita.
Tetapi, menulis akan terkesan mudah, ketika kita
dihadapkan pada fenomena menulis dalam konteks: membuat/menulis pesan, atau
membuat status di facebook, BBM, instagram, twitter, WA, atau apapun namanya yang
berkaitan dengan medsos. Ini yang sudah sering dan familier di kalangan
masyarakat kita. Semua kalangan mungkin akan populer dengan tulisan model ini.
Nah, bagaimana sebenarnya menulis yang tidak sulit
dalam konteks hilir mudik ide yang ada di pikiran kita dan tidak bisa
diterjemahkan dalam tulisan? Maka jawabnya sederhana pula, bahwa kita sebenarnya
tidak tahu ‘jalan’ bagaimana memulainya. Persoalan apakah ide itu bisa
tersalurkan atau tidak, itu tergantung bagaimana kita memulai tulisan itu.
Ketika tulisan model ini dianggap sulit tanpa harus mencobanya, maka akan
selamanya mindset menulis itu akan terasa sulit. Tetapi, ketika kita mau
mencoba untuk memulainya, maka saya sangat yakin kita akan bisa menyalurkan ide
itu menjadi tulisan. Jadi modal utamanya adalah ‘mau mencoba’ dulu untuk
memulainya. Selanjutnya, bisa dipelajari jalan untuk memulainya. Ketika sudah
dimulai, maka ide yang “muncrat” menjadi tulisan itu akan lancar dan mengalir
begitu saja. tentunya, di sini kita juga perlu belajar bagaimana tulisan kita
bisa terbaca dengan baik. Bagaimana tata bahasanya bisa logis dan sistematis.
Bagaimana menempatkan titik dan koma dalam tulisan kita dengan baik.
Jangan-jangan kita, misalnya, hanya mengenal koma, tanpa mengenal titik. Atau
sebaliknya, hanya mengenal tituk tanpa mengenal koma. Di sinilah penempatan
tanda baca itu penting untuk dipelajari.
Kembali pada fenomena memulai tulisan, sebenarnya kita
bisa memulainya dengan dua hal. Pertama, definisi. Dengan definisi, berarti
kita memulai dengan memberikan pengertian. Ide apa yang ada di pikiran kita ,
bisa dicarikan referensinya untuk didefinisikan. Banyak buku yang akan
menyuguhkan definisi dari apa yang ada dalam pikiran kita. Di sinilah perlunya
kita membaca berbagai literasi/buku/majalah atau diskusi dengan orang-orang
yang dianggap memiliki kompetensi dalam pengetahuan yang akan kita tulis.
Misalnya kita memiliki ide/persoalan tentang mahalnya
pendidikan. Maka definisi yang dimunculkan adalah definisi tentang pendidikan. Di
sini, kalimat: Pendidikan adalah…,
pendidikan merupakan…, pendidikan memberikan satu pemahaman…, ataupun
bahasa definisi yang lain, bisa dijadikan pembuka. Semakin banyak referensi
yang kita baca, maka semakin banyak pula definisi yang kita dapatkan. Ketika
definisi tentang pendidikan itu sudah mulai muncul dan bisa dituliskan sebagai
pembuka, barulah kita sambungkan dengan fenomena mahalnya pendidikan.
Kedua, narasi. Dalam konteks ini, tulisan kita bisa
dimulai dengan bercerita. Contoh nyata dalam hal ini adalah tulisan saya ini
yang dimulai dengan cerita tentang undangan mengisi seminar literasi. Jadi, apa
yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari bisa menjadi pembuka tulisan kita
yang kemudian disambungkan dengan ide yang ada di pikiran kita. Apapun
pengalaman itu, ketika memiliki keterkaitan dengan ide/masalah yang ada di
pikiran kita, bisa dituliskan. Ini akan lebih mudah ditulis karena kita
mengalami sendiri, merasakan sendiri, melihat dengan mata kepala sendiri, atau
mungkin ada pengalaman orang lain yang diceritakan kepada kita sehingga kita
bisa mereview pengalaman itu dalam bentuk tulisan pembuka.
Terkait bagaimana menjaga konsistensi kiat dalam
menulis, saya katakana bahwa sebenarnya ada dua hal yang bisa mempengaruhinya.
Pertama motivasi dari dalam diri dan motivasi dari luar diri kita/lingkungan.
Motivasi dari dalam diri biasanya muncul ketika motivasi dari luar itu kuat mendorog kita untuk menulis. Artinya ada korelasi yang signifikan antara motivasi dari luar denganmotivas dari dalam diri. Lingkungan kita, teman berinteraksi kita, komunitas kita akan memberikan pengaruh yang cukup kuat terhadap motivasi dalam diri kita. Ketika kita berinteraksi dengan lingkungan yang berkutat dengan baca-tulis, maka motivasi untuk mengarah ke baca-tulis itu akan niscaya. Tetapi, ketika kita berinteraksi dengan lingkungan yang nonliterate, maka motivasi untuk masuk dalam dunia literasi, akan sulit terbangun.
Nah, pada akhirnya, kitalah yang menentukan, akankah berinteraksi dengan komunitas baca-tulis, sehingga terbangun motivasi untuk berkutat dalam dunia literasi, atau pada pilihan menjauh dari baca-tiulis, sehingga “motivasi nonsense” yang akan “merasuki” diri kita. Semuanya ada di tangan kita. Kita bebas memilih. Tetapi sudah jelas mana yang baik dan mana yang kurang baik: motivasi baca-tulis, ataukah motivasi nonsens. Ah…!
Inspiratif Pak Kabid
BalasHapushehehe, hanya berbagi bagaimana memulai tulisan berbentuk artikel
HapusMantappp pak kabid....semoga kami bisa menjadi penulis yang handal ......
BalasHapusInsyaallah bisa, semangat! 😊😊😊🙏
HapusIntinya bagaimana kita bisa "memuncratkan" ide yg hilir mudik dibenak kita. Mantap Pak Kabid...sangat menginspirasi.
BalasHapusHahaha bahasa yg terkesan "anu", tapi itulah risiko sebuah pilihan kata😀😀😀
HapusEssiiipp
BalasHapusMari belajar bersama kak towan👍👍👍
HapusKetika saya hendak menulis sesuatu yang ada dibenak saya, entah mengapa selalu saja ada yang menutupi kelopak mata tua ini.....
BalasHapusBagaimanapun menulis itu adalah impian saya sejak masih dibangku SD....ingin menulis dan menulis....
Sebab antara ingin dan malas selalu saja menjadi ajang pergulatan yang begtu dahsyat di otak dan sendi2 jari jemari saya....
mohon tipsnya pak Kabid bagaimana caranya saya supaya menang dari kemalasan saya....😀🙏
Nah, memberi komentar seperti ini adalah awal dari kekuatan menulis kita pak. Dari diskusi singkat ini, berawal dari tulisan saya, sampyan bisa meramu jadi tulisan baru. Selamat mencoba, meski hanya beberapa paragraf saja👍👍👍🙏🙏
HapusMantap dan sangat mengispirasi.
Hapusalhmdulillah, semoga pak!
HapusKalau menulis dijadikan kebutuhan, maka tidak ada alasan untuk tidak menulis. Menulis apa saja, yang penting tulis dulu, nanti akan menemukan jalannya tersendiri pada genre apa yang paling cocok.
BalasHapusUpss, maaf pak Kabid sayapun masih belajar
Mantap pak! Yang penting 'mau' menulis dulu.
HapusKita sama-sama belajar pak, hehehe
Menulis itu sklil jadi tanpa asah dan asuh tidak akan terjad.
BalasHapusLalu bagaimana mengasah terutama memulai menulis? Perlu asuh dari orang yang berkompeten seperti P Kabid 🙏
hehehe, saling asah-asuh bu, karena saling belajar
HapusSangat inspiratif pak kabid
BalasHapusalhamdulillah, hehehe
HapusKeren mantap Pak Pembina🙏
BalasHapussiap, hehehehe
HapusMantap menginspirasi, setelah baca artikelnya pingin rasanya mau memulai utk menulis dari pengalaman nyata yg kita alami tapi terkadang juga timbul rasa malas, ketika tulisan itu belum sampai selesai kita tulis. Bagaimana solusinya p.kabid..??
BalasHapuskalau masih, belum selesai, tapi mood sudah menurun, tinggalkan dulu. bawa aktivitas yang bisa merefrresh pikiran kita. kalau sudah fresh, baru mulai lagi.
Hapusatau bisa diskusikan dengan orang yang dianggap bisa memberikan solusi, hehehe.
Selamat mencoba!
Wah...mantap pak Haji, mengalir bagai air di pegunungan. Bening , mengalir lancar tanpa hambatan...
BalasHapusalhamdulillah, siap pak! hehehe
Hapus