Stigma Guru

Ketika ditanya tentang
kenikmatan dalam memimpin pun, mereka juga punya persepsi beragam. Pak Ahok
terlihat "nikmat" kalau bisa memecat pejabat yang tidak serius
mengurus rakyat (layaknya seorang pelatih sepakbola yang sewaktu-waktu bisa
menarik pemain ke luar lapangan). Pak Ganjar terlihat akan "nikmat"
kalau dia bisa "mengorangkan" rakyat kecil ketika dia blusukan.
Sementara Pak Rano Karno lebih nikmat kalau dia turun di Bandara Soekarno Hatta
Cengkareng dengan bahasa: "Selamat datang di Bandara Soekarno Hatta
Cengkareng Banten" (bukan Jakarta). Bukan: "Penyelundupan Narkoba
telah digagalkan di Bandara Soetta Tangerang Banten". Artinya, ketika ada
stigma positif mindsetnya Jakarta, ketika stigma negatif, mindsetnya
Banten.
Mencermati pernyataan Pak
Rano, saya teringat tentang mindset guru. Ketika ada anak yang cerdas, pintar,
berprestasi, maka bahasa pertanyaan yang muncul: "dia anaknya
siapa?". Tetapi ketika ada anak bermasalah, nakal, suka tawuran, maka
bahasa pertanyaan yang muncul: "dia murid siapa, sekolahnya di mana?
Ya, giliran positif orang
tua yang muncul. Giliran negatif, guru yang dipertanyakan. Itulah
fenomena. Tapi saya masih punya keyakinan bahwa guru tetaplah sosok yang digugu
dan ditiru. Mereka teladan bagi siswanya, keluarganya, dan masyarakatnya.
***
Sehari berikutnya, saya
kedatangan tamu dari Surabaya. Mereka tim narasumber untuk Sosialisasi Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan Dasar untuk Komite Sekolah di Kab. Sumenep.
Sore, sekitar pukul 14.30
mereka chek in d hotel. Di loby hotel kami diskusi seputar materi yang
akan disampaikan dalam sosialisasi. Sambil diskusi, saya sempat nonton Metro TV
yang saat itu menayangkan cuplikan acara Mata Najwa. Di situ tertayang Pak Anis
(waktu itu masih sebagai Menteri Pendidikan) sedang diwawancarai oleh Najwa.
Malam, pukul 20.00 Mata
Najwa tayang dengan tema Belajar dari Ki Hajar Dewantara. Salah satu poin yang
disampaikan Pak Anis adalah tiga pusat pendidikan. Pusat pertama dan utama
adalah keluarga. Pusat kedua adalah sekolah. Pusat ketiga adalah lingkungan
masyarakat.
Pak Anis berharap bahwa
ketiga pusat pendidikan ini bisa bersinergi dengan baik. Orang tua bisa menjadi
teladan yang baik bagi anak anak. Sekolah (guru) bisa menjadi teladan yang baik
bagi siswa. Lingkungan bisa menjadi tempat yang baik bagi masyarakatnya.
Ingat tri pusat pendidikan,
saya juga teringat dengan teman guru SMA yang ngajar di pulau dulu. Pulau yang
jarak tempuhnya sehari semalam dari Sumenep daratan, lewat perjalanan
laut. Dia yang pernah jadi wakasek kesiswaan, suatu malam (dini hari sekitar
pukul 01.30) ditelpon oleh pihak polsek setempat. Dia diminta datang ke polsek
malam itu untuk ngurus anak yang ditangkap polisi karena dituduh mencuri rokok
di pedagang asongan dekat kantor polisi.
Akhirnya untuk kepentingan
si anak, teman saya berangkat ke kantor polsek. Tiba di polsek, dengan
negosiasi yang cukup alot, akhirnya anak itu dibebaskan dan
dikembalikan ke orang tuanya. Jadi, orang tuanya baru tahu setelah anak itu
diurus gurunya.
Dari sini saya berpikir
bahwa ternyata guru itu bertugas nonstop untuk murid-muridnya.
Pembagian tugas yang tidak berimbang pada guru ini sebenarnya perlu diluruskan.
Di sini seolah tripusat pendidikan itu tidak bisa dioptimalkan dengan baik.
Guru seolah menjadi satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas kehidupan
siswanya selama 24 jam. Padahal, guru juga manusia biasa yang memiliki keluarga
(anak-istri) dan bertanggung jawab atas keluarganya juga.
Kisah di atas menunjukkan
bahwa betapa guru kadang-kadang menjadi tokoh yang ‘dipentingkan’ dengan segala
stigma yang dipikulnya. Namun demikian, itulah fenomena yang terjadi di
masyarakat kita terkait dengan guru. Di satu sisi, memang cukup berat
stigma budaya yang terkait dengan mindset guru. Namun, di sisi lain, sudah
selayaknya guru terus meningkatkan kompetensinya karena guru adalah tenaga
terdepan yang ikut menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Ya, begitulah guru!
Keren
BalasHapus🙏
HapusMantaaap.....
BalasHapus🙏
HapusMulai ngocol Sip...
BalasHapusMolae eocol gan sakone'.
Hapusja ngaja, hehehe
BalasHapusJaja Tarona, ja-ngaja dhari terrona.
HapusTetap semangat pak Kabid 💪
Kereeeeen, lanjutkan dg gubernur DKI yg sekarang Pak Haji ..
BalasHapusmasih nunggu ide baru, hehehehe
HapusIni baruuuu..... kapasitas P Kabid.
BalasHapusSiiip!!
Hehehe, 👍👍
HapusPak kabid yang bisa membaur dengan semua insan pendidikan, tidak terlalu menjaga jarak antara atasan dan bawahan, kendatipun di musim pandemi ini kita diharuskan memperhatikan protokol kesehatan yang salah satunya jaga jarak. Hehehe.....
HapusHahaha, ajaga tolesan bai, polana sabban Minggu eberrik kawajiban nyettor tolesan😀😀😀
HapusKodu badha tolesan se anyar samenggu sakaleyan dhari pa' Kabid e blog BBC (sesuai kesepakatan, deal).
HapusJareya minimal, noles sabban are ta' arapa sajan bagus.
Paling tidak dengan tulisan-tulisan pak kabid di blog ini secara tidak langsung bisa membangkitkan anggota BBC yang belum bisa menulis (seperti saya, hehehe...) sehingga termotivasi untuk belajar menulis. Sedangkan bagi teman-teman KS yang sudah terbiasa menulis akan lebih menguprade diri mereka untuk lebih berkarya dan terus berkarya.
hahaha, siap. Ini juga untuk memotivasi teman-teman yang lain untuk menulis
HapusSelalu semangat utk semua guru!
BalasHapusSuper sekali Bosku
BalasHapusTeknik baca non dark mode
Teknik postingnya nunggu tutorial Bos Ramly
Hehehe msh belajar bos
HapusMantab bangetz pak Kabid..
BalasHapus👍👍
HapusMon Mare noles....
BalasHapusBiasanya pas plong...
Hehehe, ide tersalurkan
HapusAlhamdulillah, malam Jumat @mberrit.com
BalasHapushehehe, siap katowa
BalasHapusMabruk
BalasHapusaamiin
Hapus👍👍🙏
BalasHapushehehe,
HapusSepakat pak Kadir, tugas guru memang berat, namun berkahnya luar biasa. Ini terlihat banyak anak guru yang sukses di banding anak pejabat. Dalam budaya Jawa dahulu, saat masih ada dikhotomi kelas kawulo alit VS priyayi.... Untuk "naik tingkat" menjadi priyayi biasanya dipilih jabatan guru. Jadi tokoh hebat bagi saya tetaplah GURU,
BalasHapusalhamdulillah, semoga berkah tetap mengiringi para guru. terima kasih. salam!
BalasHapusMantul pak kabid
BalasHapushehehe, terima kasih!
Hapus