Solusi Islam dalam Menghadapi Musibah

Bencana demi bencana menerpa negeri kita akhir-akhir ini. Bencana longsor di Sumedang dan Manado, banjir bandang di Kalimantan Selatan; Pidie, Aceh; Cirebon, Jawa Barat; Lamongan dan Sidoarjo, Jawa Timur serta kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat.
Hampir bersamaan gempa dahsyat mengguncang Sulawesi Barat. Belum lagi gunung Semeru di Jawa Timur dan gunung Merapi di Jawa Tengah meletus dan mengeluarkan awan panas dalam waktu berdekatan.
Astaghfirullah hal adzim... Ada apa dengan negeri ini? Cukupkah kita dengan menyalahkan kondisi alam?
Sebagai orang yang beriman kita yakin bahwa bencana atau musibah adalah ketetapan atau qadha’ Allah SWT. Tak mungkin ditolak atau dicegah. Sebagai ketetapan (qadha’)-Nya, musibah itu harus dijalani dengan lapang dada, ridha, tawakal dan istirja’ yakni mengembalikan semuanya kepada Allah SWT serta sabar.
Apalagi musibah yang menimpa itu bisa menjadi penghapus dosa-dosa, khususnya bagi orang-orang yang ridha dan sabar menghadapinya. Rasul SAW bersabda:
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Tidaklah seorang Muslim tertimpa musibah (bencana) berupa kesulitan, rasa sakit, kesedihan, kegalauan, kesusahan hingga tertusuk duri kecuali Allah pasti menghapus sebagian dosa-dosanya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Penting bagi kita mengambil pelajaran atas musibah dan bencana ini. Betapa lemahnya manusia. Bahkan sangat lemah. Kemana lagi kita minta tolong, kalau tidak kepada Allah, Sang Penguasa Pemilik Alam Semesta?
Lalu, layakkah manusia bersikap membangkang terhadap ketentuan-Nya, bermaksiat serta berani mencampakkan petunjuk dan aturan-Nya. Allah SWT berfirman:
ءَاَمِنْتُمْ مَّنْ فِى السَّمَاۤءِ اَنْ يَّخْسِفَ بِكُمُ الْاَرْضَ فَاِذَا هِيَ تَمُوْرُۙ - ١٦
اَمْ اَمِنْتُمْ مَّنْ فِى السَّمَاۤءِ اَنْ يُّرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًاۗ فَسَتَعْلَمُوْنَ كَيْفَ نَذِيْرِ - ١٧
Apakah kalian merasa aman terhadap (hukuman) Allah yang (berkuasa) di langit saat Dia menjungkirbalikkan bumi bersama kalian sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang? Ataukah kalian merasa aman terhadap (azab) Allah yang (berkuasa) di langit saat Dia mengirimkan angin disertai debu dan kerikil? Kelak kalian akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku (QS al-Mulk [67]: 16-17).
Terhadap semua bencana, ada dua hal yang mesti direnungkan. Pertama, penyebabnya. Kedua, penanganan dan pengelolaan dampak bencana, termasuk rehabilitasi.
Memang, Allah menyatakan bahwa musibah terjadi sesuai dengan kehendak dan ketentuan-Nya sebagai qadha’-Nya. Inilah yang termuat dalam QS at-Taubah [9]: 51. Namun, Allah SWT juga memperingatkan, banyak musibah yang terjadi yang melibatkan peran manusia. Allah SWT berfirman:
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
Musibah apa saja yang menimpa kalian itu adalah akibat perbuatan kalian sendiri. Allah memaafkan sebagian besar (dosa-dosa kalian)
(QS asy-Syura [42]: 30).
Perhatikan, musibah banjir misalnya. Banjir hanya terjadi ketika neraca air permukaan positif. Neraca air ditentukan empat faktor: curah hujan; air limpahan dari wilayah sekitar; air yang diserap tanah dan ditampung oleh penampung air; dan air yang dapat dibuang atau dilimpahkan keluar.
Dari semua itu, hanya curah hujan yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Tiga faktor lainnya sangat dipengaruhi oleh perilaku manusia, termasuk kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa. Karena itu dalam bencana banjir, tidaklah bijak jika malah menjadikan curah hujan sebagai kambing hitam.
Maka ketika hutan-hutan ditebang, gunung-gunung diratakan, resapan air dihilangkan, dengan dalih pembangunan, pantas air tak lagi punya tempat untuk bertahan. Meluap menjadi banjir bandang.
Inilah dampak kerusakan ekologi karena ulah manusia yang serakah dan hanya mementingkan uang, uang, dan uang. Tak mengindahkan lagi peringatan-peringatan ilahi rabbi.
Ingatlah, ini adalah kemaksiatan, yang mengakibatkan fasad (kerusakan) di muka bumi.
Allah timpakan musibah ini untuk mengingatkan kita semua, umat manusia, agar segera sadar dan kembali pada syariah-Nya. Allah SWT berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nyata kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan Allah SWT) (QS ar-Rum [30]: 41).
Oleh karena itu, kunci untuk mengakhiri segala musibah tidak lain dengan mencampakkan akar penyebabnya, yakni sistem sekularisme-kapitalisme yang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan. Sistem ini terbukti merusak alam dan mencelakakan manusia.
Saatnya, kita yang lemah ini kembali kepada petunjuk yang telah Allah SWT telah turunkan, yakni Islam. Hanya dengan menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam pengelolaan lahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, keberkahan akan datang.
WalLahu A’lam bisshawab
Mantap Ustad...hanya dengan kembali menerapkan ajaran Islam, maka keberkahan itu akan datang.
BalasHapusInsyaAllah begitu terima kasih Bang Haji, karena kepada Allah saja sebaik-baik tempat kembali
Hapus